Lokasi Puncak Pato menurut sejarah Minangkabau dikenal sebagai Bukik Marapalam, yang dikenal adanya pencetusan Sumpah Sati Bukik Marapalam, pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama, di lokasi ini didapat kata sepakat, bahwa antara adat dan agama bukanlah suatu hal yang dipertentangkan, dan tercetuslah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah ( ABS-SBK ).
Lokasi Bukik Marapalam (Puncak Pato) kini sudah dikemas menjadi suatu lokasi tujuan wisata yang dapat dikunjungi oleh para tamu yang datang ke Tanah Datar, Luhak Nan Tuo. Objek wisata Puncak Pato menyuguhkan pemandangan alam yang cukup indah, bila melayangkan pandangan ke arah barat, terbentang hamparan rumah penduduk wilayah Kecamatan Sungayang. Di sela-sela pohon anau (aren) ini kelihatan hamparan lahan kebun tebu. Para petani di sekitar lokasi Puncak Pato juga mengolah tebu menjadi gulo saka. Proses pembuatannya juga masih dilakukan secara tradisional. Untuk memeras air tebu masih mengandalkan tenaga kerbau, pengunjung bisa menyaksikan proses pembuatan gulo saka. Mulai dari pemerasan tebu dengan cara mengilangnya dengan tenaga kerbau, lalu ditampung pada kancah. Setelah dimasak secara manual dengan bahan bakar ampas tebu dan selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan. Cetakan gulo saka juga tidak terbuat dari bahan logam dan sejenisnya, akan tetapi cukup dengan sayak tempurung kelapa yang telah disiapkan sesuai dengan ketebalan gulo saka yang akan diproduksi.
Proses pembuatan gulo saka di sekitar lokasi Puncak Patu, juga disuguhkan kepada para tamu yang datang, bahkan kepada para pengunjung juga diberi kesempatan untuk mencobakan sendiri proses pencetakan gulo saka.
Kesempatan membaur dengan sejumlah tenaga kerja ayang memproduksi gulo saka secara tradisionil ini, ternyata memberikan keasyikan sendiri dan pengunjung menjadi betah tinggal berlama-lama di lokasi ini.
Usai mencobakan proses pembuatan gulo saka di lokasi Puncak Patu, ketika menuju pulang, pengunjung akan menyaksikan warga Nagari Andaeleh Kecamatan Sungayang memproduksi gulo anau. Habis Salat Zuhur akan menyaksikan petani penyadap nira dari pohon anau sudah menyandang periam bambunya menuju pulang. Proses pembuatan gulo anau juga bisa disaksikan secara langsung dari warga Nagari Andaleh. Mulai dari pemanasan tungku, air niro yang sudah mulai kental dimasukkan ke dalam cetakan yang terbuat dari bambu.
Di lokasi ini kita juga bisa mencicipi cita rasa air niro yang asli dan baru saja disadap dari pohon enau ( aren ), air nira ternyata tidak bisa dibeli untuk dibawa pulang, ternyata air niro asli aromanya akan berubah, dan bisa memabukkan bila sudah menjadi tuak.( h/emrizal)
sumber :
http://www.harianhaluan.com/index.php/lancong/12055-menikmati-hijaunya-puncak-pato
Tidak ada komentar:
Posting Komentar